Blog ini merupakan sarana informasi Kegiatan yang dilakukan oleh/ untuk kalangan muda maupun yang merasa muda / demi menyongsong masa depan yang lebih baik Kami Beralamatkan di Jln. H. Enang No. 28 Cisalak Depok ( Chicak Musik Studio), Telp. 08159906112
Sabtu, 30 Juli 2011
Orang Indonesia Pertama Daki 7 Puncak Dunia
IVAnews - Untuk pertama kalinya, sebuah tim dari Indonesia berhasil mendaki 7 puncak tertinggi di tujuh benua di dunia. The Seven Summiteers pertama dari Indonesia ini adalah Tim Indonesia Seven Summits Expedition Mahitala Unpar (ISSEMU) yang beranggotakan Sofyan Arief Fesa (28), Xaverius Frans (24), Broery Andrew Sihombing (22), dan Janatan Ginting (22).
Pendakian 7 puncak (The Seven Summits) benua adalah sebuah pendakian prestisus di dunia pendakian internasional. Dengan mendaki tujuh puncak benua yang terdiri atas Carstensz Pyramid (4.884 mdpl) di Indonesia, Kilimanjaro (5.895 mdpl) di Afrika, Elbrus (5.642 mdpl) di Rusia, Vinson Massif (4.889 mdpl) di Antartika, Aconcagua (6.962 mdpl) di Argentina, Everest (8.848 mdpl) di Nepal, dan Denali (6.194 mdpl) di Alaska, maka secara otomatis pendaki tersebut akan mendapatkan julukan sebagai The Seven Summiteers. Sebuah sebutan yang disepakati secara internasional bagi mereka yang berhasil mencapai 7 puncak.
Sejarah dunia mencatat seorang Richard “Dick” Bass, pemilik Snowbird Ski Resort, Utah, Amerika Serikat berhasil menggenapi pendakian The Seven Summits pada 30 April 1985 dengan Puncak Everest (8.848 mdpl) sebagai penutupnya dan berhasil menciptakan dirinya menjadi The Seven Summiteers pertama di dunia.
Lalu, bagaimanakah dengan Indonesia? Sebagai pemilik salah satu puncak The Seven Summits, seharusnya Indonesia memiliki Seven Summiteers. Usaha mencapai gelar ini dimulai oleh (Alm) Norman Edwin dari Mapala Universitas Indonesia. Tetapi langkahnya harus terhenti di Aconcagua (6.962 mdpl) ketika jenazahnya ditemukan di gunung tersebut bersama jenazah (Alm) Didiek Samsu juga dari Mapala Universitas Indonesia.
Sejak musibah ini terjadi, pendakian untuk menggapai gelar The Seven Summiteer bagi Indonesia bagai hilang begitu saja.
Hingga akhirnya di awal 2009, Mahitala Unpar berhasil mencapai Carstenzs Pyramid pada 23 dan 26 Febuari 2009. Mereka kemudian melanjutkan mendaki 6 puncak lainnya hingga tanggat waktu 2011 dan berhasil.
Berikut kisah mereka mendaki 7 puncak tertinggi dunia, seperti disampaikan dalam rilis yang diterima VIVAnews.com, Jumat 29 Juli 2011:
Carstensz Pyramid, Papua, Indonesia (4.884 mdpl)
Bersama tujuh pendaki Mahitala Unpar, keempat pendaki ISSEMU berhasil mencapai puncak Carstensz Pyramid pada 23 dan 26 Februari 2010. Puncak Carstenzs yang kerap diselimuti kabut menjadi sebuah saksi bisu bahwa perhelatan pendakian Seven Summitsnya ISSEMU sudah dimulai.
Pendakian menuju Puncak Carstensz Pyramid dilakukan melalui jalur normal (atau sering disebut juga sebagai Harrer’s Route). Pendakian di jalur normal akan selalu dimulai dari Lembah Danau-Danau atau Lembah Kuning sebagai pemilihan Basecamp. Selepas dari Basecamp Lembah Kuning, pendaki harus mendaki vertikal ke arah Teras Kecil dan disambung pendakian vertikal menuju Teras Besar.
Setelah itu, tim akan segera tiba di punggungan puncak (summit ridge). Di summit ridge ini pendaki ISSEMU harus melewati jurang besar yang membentang sepanjang +/- 15 meter. Melewati jurang ini diperlukan peralatan pendakian yang lebih lengkap dari sebelumnya dan mengunakan teknik penyeberangan tyrolean, di mana setiap orang harus bergantung di seutas tali yang membentang secara horisontal dan menyeberangi tali tersebut selayaknya pasukan komando yang sedang mengendap-endap.
Dari sini perjalanan menuju puncak tertinggi hanya perlu melewati 2 jurang yang memiliki bentangan hanya kira-kira satu setengah meter sehingga para pendaki dapat lebih mudah mencapai puncak.
Selain Puncak Carstenzs Pyramid, Mahitala Unpar juga berhasil mendaki 8 puncak Pegunungan Sudirman yang membentang dari barat ke timur. Proses pertama pencapaian puncak pertama ini Mahitala Unpar boleh berbangga hati karena di antara sebelas puncak yang berhasil didaki, 4 di antaranya belum pernah didaki oleh siapapun (first ascend).
Kedelapan puncak yang berhasil diraih oleh Mahitala Unpar antara lain Puncak Idenburg (4.730 mdpl), Puncak Merah Putih (4.284 mdpl), Puncak Garuda (4.613 mdpl), Puncak Mahitala (4.610 mdpl), Puncak Unpar (4.523 mdpl), Puncak Jaya atau Soekarno (4.862 mdpl), Puncak Sunday Peak, dan Puncak Carstensz Timur.
Kilimanjaro, Tanzania, Afrika (5.895 mdpl)
Pendakian akhirnya dilanjutkan menuju puncak tertinggi di Benua Afrika yakni Kilimanjaro. Untuk mendaki Kilimanjaro, Tim Pendaki ISSEMU sudah menentukan rute mana yang akan mereka jalani hingga menuju Puncak Uhuru (nama lain dari puncak tertinggi Kilimanjaro).
Untuk menuju Puncak Kebebasan (Uhuru=Kebebasan) para pendaki dapat secara bebas memilih sekian banyak dari rute yang tersedia. Rute-rute menuju puncak tertinggi dibagi menjadi lima, yaitu Marangu, Machame, Shira, Umbwe, Rongai, dan Mweka.
Pada 2007, Mahitala Unpar sempat melakukan sebuah ekspedisi pendakian di Kilimanjaro ini dengan menempuh rute Marangu yang terkenal dengan kelengkapan fasilitasnya dibandingkan rute-rute yang lain. Dengan alasan itulah Tim Pendaki ISSEMU menetapkan pilihan pada rute yang dirasa lebih menantang dan lebih unik.
Pilihan rute menuju puncak akhirnya jatuh pada Rute Machame. Di rute ini para pendaki tidak akan bertemu dengan mini shop, ruang tidur (hut) dan ruang makan seperti halnya yang kerap ditemui di Rute Marangu. Untuk urusan tidur pun mereka harus bermalam di dalam tenda hingga menuju Puncak. Rute Machame adalah rute terindah di antara seluruh rute yang ada.
Opini ini setidaknya dikuatkan oleh buku yang berjudul Kilimanjaro: Africa’s Beacon terbitan Taman Nasional Tanzania tahun 2004. Di buku itu juga ditulis bahwa dengan menyusuri Rute Machame maka para pendaki seakan melakukan napak tilas pada zaman purba Gunung Kilimanjaro.
Dengan segala macam bentangan alam yang menghadang, maka akhirnya Tim Pendaki ISSEMU berhasil menggapai Puncak Uhuru tepat pada 10 Agustus 2010 pukul 10.20 waktu setempat atau pukul 14.00 WIB.
Tim Pendaki ISSEMU memulai summit day mereka dengan berjalan pada pukul 04.00 waktu setempat dari Arrow Glacier Camp (4.868 mdpl) dengan melewati Great Western Branch, sebuah kubah batu masif yang merupakan jalur alternatif tersulit menuju ke Puncak Uhuru.
Perubahan jalur ini dilakukan malam sebelumnya ketika para pendaki ISSEMU mengusulkan untuk mencoba jalur yang lebih sulit kepada pihak Bobby Tours yang menjadi agen perjalanan mereka di Kilimanjaro. Perubahan jalur ini bukanlah tanpa alasan.
Dengan mencoba kenaikan elevasi yang sedikit lebih tinggi, diharapkan para pendaki ISSEMU menguji ketahanan fisik mereka terhadap ancaman penyakit ketinggian. Sehingga dari sini Tim Pendaki ISSEMU mendapatkan hasil evaluasi untuk pendakian gunung-gunung selanjutnya yang akan semakin berat medannya.
Elbrus, Rusia (5.642 mdpl)
Setelah berhasil mencapai Puncak Uhuru yang merupakan puncak tertinggi di Benua Afrika, Tim Pendaki ISSEMU segera melanjutkan pendakiannya menuju Negeri Beruang Merah, Rusia. Pendakian kali ini memang direncanakan secara estafet tanpa harus kembali dahulu ke Tanah Air. Selain meminimalisir bujet, pendakian simultan seperti ini akan menjadi sebuah hal positif bagi para pendaki karena semakin lama di ketinggian maka semakin terbiasalah pendaki dengan ketinggian tersebut.
Negeri tempat dilahirkannya para pecatur andal ini memiliki gunung tertinggi yang hampir seluruhnya tertutup dengan salju. Dengan 2 puncak yang hampir sama tinggi (Puncak Timur dan Barat), Elbrus memberikan tantangan tersendiri bagi para pendaki kelas dunia. Mahitala Unpar sendiri pernah berkesempatan untuk mendaki atap Eropa ini pada pertengahan tahun 2009. Ketika itu Sang Dwi Warna berhasil dikibarkan tepat pada tanggal 17 Agustus 2009.
Keberhasilan pertama kalinya Mahitala Unpar mencapai Puncak Barat (puncak tertinggi Elbrus) membangkitkan semangat ke 4 orang pendaki Tim ISSEMU. Dengan berbekal pengetahuan dan semangat yang baik, pada tanggal 19 Agustus 2010 pendakian menuju Puncak Barat Elbrus segera digelar.
Pada pendakian kali ini, Tim Pendaki ISSEMU memutuskan untuk menembus punggungan salju Elbrus melalui sisi Utara. Sisi Utara Elbrus mendapat pilihan utama karena minimnya fasilitas dan pendakian yang harus dilakukan secara bertahap. Sisi Utara Elbrus memberikan kesan sebuah sisi gunung yang perawan.
Tidak seperti sisi Selatan yang memang kerap menjadi jalur pilihan utama bagi pendaki. Di sisi Selatan Elbrus, para pendaki akan dipermudah dengan fasilitas kereta gantung yang akan meringankan pendaki untuk mencapai ketinggian tertentu. Penginapan dan pondok-pondok kecil pun tersedia di sana. Soal keamanan jangan diragukan lagi. Setiap saat, mobil salju atau disebut sebagai snow cat hilir-mudik untuk mengawasi para pendaki dan para penggila olahraga ski.
Tim Pendaki ISSEMU berhasil mencapai Puncak Timur Elbrus tepat pada tanggal 24 Agustus 2010 pada pukul 14.45 waktu setempat atau sama dengan pukul 17.45 WIB. Dari proses summit attack inilah ternyata tercipta sebuah jalur yang diberi nama Indonesian Route oleh para Rescuer Elbrus (sebutan untuk Jagawana atau Polisi Gunung di Elbrus) sebagai penghargaan kepada Tim Pendaki ISSEMU yang berhasil membuka jalur baru selepas Camp Lenz Rock (4.750 mdpl) tanpa ditemani oleh pemandu ataupun pendaki lainnya.
“Penyerangan” menuju Puncak Elbrus adalah hal yang cukup sulit mengingat Tim Pendaki ISSEMU harus melewati medan salju curam yang memaksa mereka harus menggunakan crampon dan ice axe dengan semaksimal mungkin. Selain itu Tim Pendaki ISSEMU juga sempat dihadang oleh Jet Stream (angin kencang yang suaranya menyerupai pesawat jet) yang berkecepatan kira-kira 50-80 km/jam. Tetapi berkat kegigihan dan semangat yang dimiliki oleh empat pendaki ISSEMU ini, akhirnya Merah Putih berhasil berkibar dengan gagahnya di titik tertinggi Benua Eropa.
Vinson Massif (4.897 mdpl), Antartika
Perjalanan menuju The Seven Summiteers pertama bagi Indonesia hampir separuh jalan. Tim Pendaki ISSEMU sudah mengantongi 3 puncak benua. Kini saatnya petualangan dilanjutkan menuju Benua Putih Antartika yang penuh dengan misteri. Pendakian menuju atap tertinggi Antartika, Vinson Massif, memiliki arti penting karena inilah kali pertamanya tim ekspedisi asal Indonesia menyambangi Benua Antartika untuk mendaki Vinson Massif.
Sebuah kota terujung di sebelah Selatan Benua Amerika Selatan, Punta Arenas, awal dari langkah Tim Pendaki ISSEMU memulai aksinya di Benua Putih Antartika. Tim Pendaki ISSEMU tiba di Punta Arenas pada 30 November 2010. Di kota inilah segala macam kebutuhan pendakian harus dipenuhi. Selain itu Tim Pendaki ISSEMU juga harus menghadiri sebuah presentasi kecil yang diadakan oleh Antarctic Logistic And Expedition (ALE) untuk menjelaskan “tata krama” memasuki Benua Antartika yang merupakan benua terbersih. Setelah itu Tim Pendaki ISSEMU juga harus mendapatkan pemeriksaan ketat peralatan pendakian yang dibawa apakah memenuhi standar yang ditetapkan atau tidak.
Walau sempat tertahan satu hari di Punta Arenas karena cuaca buruk, akhirnya pada 3 November 2010 Tim Pendaki ISSEMU bergerak menuju Union Glacier, sebuah pangkalan milik ALE yang digunakan oleh pesawat berbadan lebar, Iluysin 76 buatan Uni Soviet, untuk mendarat di tengah padang salju.
Dari sini seharusnya segera melanjutkan penerbangan menuju Vinson Base Camp (2.310 mdpl) dengan menggunakan pesawat Twin Otter. Tetapi tampaknya perjalanan harus diundur esok paginya karena ganguan cuaca. Setibanya di Vinson Base Camp pendakian juga harus tertunda selama 3 hari karena cuaca kembali mengganas dan tidak mau kenal kompromi.
Baru pada 7 Desember 2011, Tim Pendaki ISSEMU dapat mulai meninggalkan Vinson Base Camp untuk berjalan menuju camp selanjutnya. Pendakian di Vinson Massif adalah yang paling menarik di antara sekian puncak yang pernah didaki oleh Tim Pendaki ISSEMU. Betapa tidak, di benua serba putih yang pada musim pendakiannya antara November-Januari, matahari tidak pernah berhenti menujukkan sinarnya selama 24 jam penuh.
Selain itu, ketiadaan porter atau pengangkut barang menyebabkan Tim Pendaki ISSEMU harus membawa barangnya sendiri-sendiri bergerak secara bolak-balik dari camp ke camp. Cara mereka membawa barang pun terbilang cukup unik. Selain membawa beban ransel di pundak, setiap pendaki harus menarik sebuah papan seluncur salju atau sled yang berisi barang bawaan masing-masing pendaki.
Tim akhirnya tepat pada 13 Desember 2010 pukul 17.07 waktu Chile atau setara dengan 14 Desember 2010 pukul 03.07 WIB, Merah Putih berhasil dikibarkan di titik tertinggi benua Antartika, Vinson Massif. Keberhasilan ini sekaligus mencatatkan bahwa Tim Pendaki ISSEMU adalah Tim Indonesia Pertama yang berhasil mencapai Puncak Vinson Massif dengan gemilang. Dan di gunung ini pula Tim Pendaki ISSEMU berkenalan pertama kalinya dengan suhu ekstrim -30 hingga -40 derajat Celsius.
Aconcagua (6.962 mdpl), Argentina
Setelah berhasil mengibarkan Sang Dwi Warna untuk pertama kalinya di Vinson Massif, Antartika, perjalanan kembali dilanjutkan. Kali ini Tim Pendaki ISSEMU berjalan mengarah ke Utara dari Punta Arenas untuk memasuki nagara asal Lionel Messi, Argentina.
Di Argentina inilah nantinya Tim Pendaki ISSEMU akan mencoba mendaki Gunung Aconcagua yang memiliki julukan cukup membuat bulu kuduk berdiri, The Devil Mountain. Sebutan ini mewakili kesangaran cuaca di Aconcagua yang memburuk sesukanya tanpa bisa diprediksi dengan baik.
Dalang dari kesangaran Aconcagua tak lain adalah el viento blanco. El viento blanco adalah sebutan dari badai yang amat menakutkan di Aconcagua. Secara tiba-tiba kabut akan menyelimuti kawasan pendakian disertai angin kencang dan hujan salju.
Pada pendakiannya kali ini, Tim Pendaki ISSEMU didukung oleh 2 pendaki Mahitala Unpar lainnya. Detri Wulanjani dan Max Agung Pribadi (yang juga seorang wartawan harian Warta Kota) turut bergabung dalam pendakian Puncak Aconcagua sebagai pendukung untuk menulis berita dan mengabarkan pergerakan tim ke Tanah Air.
Perjalanan panjang menuju Puncak Aconcagua dimulai dari Los Penitentes (2.580 mdpl), sebuah desa kecil tempat Tim Pendaki ISSEMU melaporkan kegiatannya terakhir kali sebelum mereka berjalan selama 3 hari menuju Plaza Argentina (4.200 mdpl). Plaza Argentina merupakan base camp dari pendakian Puncak Aconcagua.
Selain medannya yang sulit, tampaknya Aconcagua memiliki banyak hambatan. Hambatan tersebut datang dari para pemandu yang terlalu ketat dalam memandu perjalanan menuju Puncak Aconcagua.
Terbukti Detri harus diturunkan dengan helikopter menuju Mendoza karena alasan kesehatan. Padahal beberapa pemilik camp di antaranya Daniel Lopez berusaha meyakinkan bahwa Detri akan baik-baik saja walau harus tetap tinggal di ketinggian 4.200 mdpl di Plaza Argentina.
Hambatan serupa akhirnya menimpa Frans dan Janatan Ginting yang dinyatakan tidak layak untuk meneruskan perjalanan ke puncak karena gangguan pernafasan. Beruntung bagi Frans, akhirnya esok harinya ia dinyatakan dapat melanjutkan perjalanan.
Lalu bagaimana dengan Janatan? Walau dapat menetap di Plaza Argentina, Janatan tidak boleh melanjutkan perjalanan meskipun 2 hari setelahnya kondisinya pulih dan dinyatakan layak untuk mendaki Puncak Aconcagua.
Tetapi karena jarak yang terlalu jauh untuk menyusul rekan-rekannya, Janatan terpaksa berberat hati harus menunggu di Plaza Argentina hingga empat pendaki ISSEMU lainnya kembali ke Plaza Argentina. Di sini manajemen ISSEMU di Tanah Air sudah merancang kembali pendakian susulan untuk Janatan setibanya rombongan ISSEMU tiba kembali di Mendoza.
Melalui serangkaian ujian yang terasa berat, akhirnya Tim Pendaki ISSEMU (Sofian, Frans, Broery, dan Agung Max) berhasil mencapai Puncak Aconcagua pada 9 Januari 2011 pada pukul 11.30 waktu Mendoza atau pukul 21.30 WIB.
Sementara itu, Janatan berhasil mencapai Puncak Aconcagua 20 hari kemudian pada 29 Januari 2011. Janatan berhasil menggenapi pendakian Aconcagua dengan menggapai puncaknya. Ia berangkat kembali dari Mendoza menggunakan rute yang berbeda dengan Sofian, Frans, Broery, dan Agung Max yang melalui Polish Traverse Route. Janatan mendaki Aconcagua melalui 360 Route yang merupakan penggabungan dari Normal Route dan Polish Traverse Route.
Everest (8.848), Nepal–Merayakan Hari Kebangkitan Nasional di Puncak Tertinggi di Dunia.
Sejarah mencatat, tepat pada 29 Mei 1953 pukul 11.30 waktu Nepal, Edmund Hillary dan Tenzing Norgay berhasil mencapai Puncak Everest untuk pertama kalinya. Dan sejak saat itulah selama 58 tahun, Everest tetap menjadi mimpi yang amat indah bagi tiap pendaki untuk menggapai puncaknya.
Tercatat dalam www.adventurestat.com bahwa 11.000 kali percobaan dilakukan untuk mencapai Puncak Everest sejak 1922 hingga 2006, di mana hanya 3.000 kali percobaan pendakian yang berhasil. Dari data itu dapat dijabarkan bahwa tingkat kesuksesan pencapaian Puncak Everest adalah 29 persen dengan menelan korban hingga 207 orang meninggal di Everest.
Di puncaknya yang kelima ini, Tim Pendaki ISSEMU kembali menggulirkan petualangnya. Hiroyuki Kuraoka, konsultan pendakian seven summits ISSEMU menyatakan bahwa Tim Pendaki ISSEMU telah memiliki kemampuan yang amat baik dan layak untuk mendaki gunung es sekaliber Everest. Perjalanan dimulai dari Lukla (2.850 mdpl), sebuah desa kecil tempat Tim Pendaki ISSEMU memulai pendakiannya menuju puncak tertinggi di dunia. Dari Lukla Tim Pendaki ISSEMU harus berjalan kaki selama 11 hari menuju Everest Base Camp (EBC). Tim Pendaki ISSEMU tiba di EBC pada tanggal 12 April 2011.
Proses aklimatisasi sangat dibutuhkan bagi para pendaki gunung di atas 4.000 mdpl. Dengan program aklimatisasi yang baik diharapkan para pendaki dapat menyesuaikan diri dengan ketinggian yang semakin ke atas akan semakin berkurang kadar oksigennya sehingga pendaki dapat meminimalisir serangan Acute Mountain Sickness (AMS). Dalam pendakian menuju Puncak Everest, Tim Pendaki ISSEMU melakukan 4 kali program aklimatisasi, yaitu : proses perjalanan dari Lukla hingga EBC, pendakian Lobuche East (6.171 mdpl), pendakian camp 1 Pumori, dan pendakian ke camp 2 Everest (6.462 mdpl).
Selain empat Pendaki ISSEMU, Mahitala Unpar mengerahkan sebanyak 10 orang anggotanya (termasuk wartawan Kompas Ahmad Arif yang diberangkatkan untuk meliput pendakian ini) khusus diberangkatkan menuju EBC untuk membantu kelancaran proses pendakian Everest yang memakan waktu 2 bulan lebih.
Selain tim pendukung, pendakian Tim ISSEMU di Everest melibatkan 17 orang sherpa yang terbagi dalam beberapa bidang. Sebut saja climbing sherpa yang membantu secara langsung proses pendakian menuju Puncak Everest, high altitude cheff yang diposisikan selama pendakian Everest kali ini berada terus di Advance Base Camp atau Camp 2 dan para staf EBC yang membantu kelancaran pendakian dari base camp.
Tim Pendaki ISSEMU melakukan proses pendakian menuju Puncak Everest dalam dua kali percobaan. Pada percobaan pertama Tim Pendaki ISSEMU bertolak menuju camp 2 pada tanggal 10 Mei 2011. Dan pada tanggal 12 Mei mereka sudah tiba di camp 3 (7.300 mdpl) dengan mulus tanpa hambatan.
Tetapi nasib berkata lain, baru saja 3 jam mereka melepas lelah di camp 3, tiba-tiba saja angin bertiup dengan kencang. Hiroyuki Kuraoka sebagai expediton leader dari Tim Pendaki ISSEMU harus memutuskan bahwa seluruh Pendaki ISSEMU untuk turun ke camp 2.
Setibanya di camp 2, Tim Pendaki ISSEMU mendapat kabar bahwa menurut ramalan cuaca, kawasan Everest akan memburuk cuacanya hingga seminggu ke depan sehingga seluruh rangkaian pendakian harus ditunda dan ini menandakan bahwa seluruh proses kegiatan pendakian yang dilakukan oleh para pendaki di sana harus segera di hentikan hingga cuaca membaik.
Tercatat hanya ada satu tim dari International Mountain Guide yang memutuskan untuk tetap mendaki menuju Puncak Everest hari itu dan berhasil keesokan harinya.
Akhirnya dengan penantian yang cukup lama, berita gembira bahwa cuaca Everest menunjukkan tanda-tanda yang baik berhasil didapatkan oleh Russel Brice, pimpinan Himalayan Experince. Dari sinilah Tim Pendaki ISSEMU akan segera menggelar percobaan keduanya mencapai puncak dari segala puncak gunung di dunia. Tanggal 17 Mei 2011 pk 10.15 waktu Nepal, summit push kedua kalinya untuk Tim Pendaki ISSEMU kembali dilakukan.
Tercatat pada 19 Januari 2011 akhirnya mereka berhasil tiba di South Col di ketinggian 7.900 mdpl. South Col kerap disebut sebagai pintu menuju Death Zone yang berarti bahwa mereka akan segera berhadapan dengan ketinggian 8.000 meter ke atas dan menandakan pula suatu daerah di mana orang mustahil untuk hidup tanpa bantuan oksigen.
Akhirnya semua usaha yang begitu keras terbayar sudah ketika Tim Pendukung ISSEMU mengabarkan bahwa Broery Andrew Sihombing berhasil mengibarkan Bendera Merah Putih di Puncak Maha Gunung Everest tepat pada tanggal 20 Mei 2011 pukul 05.22 waktu Nepal atau pukul 06.37 WIB.
Disusul kemudian oleh Janatan Ginting berhasil menembus ketinggian 8.848 mdpl pada pk. 07.26 waktu Nepal atau pk. 08.41 WIB. Diikuti oleh Sofyan Arief Fesa dan Frans yang mencapai Puncak Everest bersamaan pada pk. 09.45 waktu Nepal atau pk. 11.00 WIB sekaligus menggenapi prestasi Tim ISSEMU yang mendaki Everest dengan hasil one hit one victory. Perayaan pencapaian Everest ini mendapatkan pujian dari berbagai pihak bahwa anak bangsa berhasil mengibarkan Bendera Merah Putih di puncak Everest tepat perayaan Hari Kebangkitan Nasional.
Denali (6.194 mdpl), Alaska – The Seven Summiteers Pertama Untuk Indonesia
Rencana awal Tim ISSEMU bahwa pendakian akhir menuju puncak ke tujuh akan dilaksanakan pada Mei 2012. Tetapi berkat usul dari Hiroyuki Kuraoka bahwa sebaiknya pendakian Denali janganlah diundur selama itu.
Usulan ini cukup beralasan karena bulan Juni-Juli masih termasuk dalam musim pendakian Denali. Selain itu ia menambahkan bahwa Tim Pendaki ISSEMU masih memiliki stamina yang baik sepulangnya dari Everest dibandingkan mereka harus menetap di Tanah Air selama setahun lamanya yang pasti akan menurunkan stamina dan pembiasaan terhadap high altitude.
Dari masukan inilah akhirnya Tim Pendaki ISSEMU segera bertolak menuju Alaska selang 3 minggu beristirahat di Tanah Air. Pendakian Denali adalah pendakian yang tersulit karena para pendaki harus menghadapi jarak vertikal sepanjang 3.969 meter tanpa bantuan pengangkut barang atau porter (catatan: jarak vertikal Everest adalah 3.548 meter ditambah dukungan penuh dari para porter pengangkut barang dan para sherpa).
Di Denali tiap pendaki harus membawa perlengkapannya sendiri, mendirikan tendanya sendiri dan memasak sendiri. Perlengkapan yang dibawa memiliki berat total 50 kilogram dengan pembagian 20 kilogram akan dibawa dengan ransel yang menggantung di pundak dan 30 kilogram berikutnya akan dibawa dengan kereta salju atau sled yang akan ditarik oleh masing-masing pendaki.
Tim Pendaki ISSEMU tiba di Base Camp Denali (2.225 mdpl) di Padang Salju Kalhitna (24 Juni) setelah sebelumnya terbang dengan pesawat tipe Fokker dari Kota Talkeetna. Karena ketiadaan pengangkut barang maka Tim Pandaki ISSEMU harus membawa barang-barang mereka secara bertahap dari camp ke camp hingga akhirnya mereka akan tiba di High Camp (5.242 mdpl).
Selama proses pendakian ini mereka banyak menghadapi hambatan. Hambatan terbesar datang dari cuaca yang tidak menentu. Tercatat selama 19 hari pendakiannya di Denali, Tim Pendaki ISSEMU sempat tertahan beberapa hari di dalam tenda untuk menunggu meredanya cuaca buruk sehingga proses untuk menambah ketinggian berhasil dilakukan.
Hingga akhirnya kabar gembira itu diterima di Tanah Air bahwa Tim Pendaki ISSEMU berhasil mencapai Puncak Denali pada 7 Juli 2011 pukul 17.37 waktu setempat atau sama dengan tanggal 8 Juli 2011 pukul 08.35 WIB.
Prestasi gemilang ini sekaligus menorehkan sebuah sejarah baru di dunia pendakian Tanah Air bahwa setelah sekian lama akhirnya Indonesia memiliki The Seven Summiters pertamanya yang dipersembahkan oleh empat Pendaki ISSEMU.
Ini juga menandakan bahwa Indonesia akan segera bergabung bersama 52 negara di dunia yang memiliki pendaki bertitel The Seven Summiteers dan sekaligus akan bergabung bersama 275 pendaki internasional yang memiliki titel serupa.
Ekspedisi 7 puncak ini berhasil dilakukan lewat dukungan penuh dari PT Mudking Asia Pasifik Raya yang bergerak di bidang penyewaan dan penjualan peralatan pengeboran minyak dan gas bumi yang berkedudukan di Jakarta. Melalui program Corporate and Social Responsibility (CSR), PT Mudking Asia Pasifik Raya memberikan kontribusi terbesar dalam menyukseskan keberhasilan pendakian tujuh puncak benua ini. (art)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar