Rabu, 07 Desember 2011

Ilmuwan MITI temukan alat pembasmi kanker otak

Bogor (ANTARA News) - Sekelompok ilmuwan CTech Laboratory, sebuah lembaga riset yang berafiliasi dengan Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI), berhasil menemukan alat pembasmi kanker otak.

(Temuan) ini sebuah terobosan di dunia kedokteran yang telah berhasil dilakukan ilmuwan Indonesia, kata pimpinan tim peneliti CTech Laboratory, Dr Warsito P Taruno Warsito, melalui surat elektronik di Bogor, Senin.

"Ini pengembangan alat dari riset kami di bidang tomografi. Setelah alat pembasmi kanker payudara, kami berhasil mendesain alat pembasmi kanker otak," tambahnya.

Dengan menggunakan prinsip yang sama pada alat pembasmi kanker payudara, yaitu menerapkan metode radiasi listrik statis, katanya, temuan itu telah diuji coba pada seorang pasien penderita kanker otak kecil.

"Alhamdulillah, setelah pemakaian dua bulan pasien dinyatakan sembuh total. Saya baru mendapat salinan hasil CT-Scan otak pasien oleh tim dokter rumah sakit," kata Warsito yang juga Ketua Umum MITI.

Kesuksesan tim dari CTech yang didukung oleh perusahaan Edwar Technology ini dipaparkan dalam forum pertemuan yang dihadiri tidak kurang dari 1.500 peserta dari berbagai kampus di Sumut, Sumbar dan Aceh.

Dalam seminar yang juga menghadirkan mantan Menristek Suharna Surapranata dan staf pengajar USU Dr Yani Absah tersebut, Warsito menceritakan proses terapi dari pasien penderita kanker otak kecil (cerebellum) yang saat pertama datang dalam kondisi yang mengenaskan.

"Karena otak kecil sebagai pengendali sistem motorik tubuh, maka pasien sudah tak bisa menggerakkan seluruh ototnya. Dia hanya bisa terbaring dan tak mampu bergerak, termasuk menelan makanan atau minuman yang diasupkan ke mulutnya," katanya.

Tim peneliti kemudian merancang perangkat yang disesuaikan dengan diagnosis dokter.

Dalam terapi ini, kata Warsito menjelaskan, pihaknya memang bekerja sama dengan tim dokter ahli radiologi dan onkologi dari sebuah rumah sakit besar di Jakarta.

"Reaksi positif sudah kami peroleh dalam beberapa hari pemakaian. Pasien sudah bisa tersenyum dan sepekan kemudian sudah bisa menerima asupan makanan dan minuman dari mulutnya. Kondisi semakin membaik dalam waktu sebulan karena ia sudah bisa menggerakkan anggota tubuhnya. Dan puncaknya, dua bulan setelah terapi, pasien dinyatakan sembuh total dari kanker otaknya," katanya.

Ia mengatakan, metode radiasi listrik statis berbasis tomografi ini, sepenuhnya hasil karya anak bangsa yang bakal menjadi terobosan dalam dunia kedokteran.

Selain akan merevolusi pengobatan kanker secara medis, kata dia, juga akan meminimalisasi biaya yang harus dikeluarkan pasien atau keluarganya.

"Yang pasti ini akan mengubah metode pengobatan yang selama ini menggunakan radiasi berisiko tinggi dan berbiaya mahal," katanya.

Warsito mengakui bila ini masih dalam taraf penelitian yang perlu dielaborasi lebih jauh.

"Perlu kajian dan penelitian lebih lanjut. Mungkin ada hal-hal yang kami belum ketahui, khususnya dalam dunia medis," katanya.

Sementara, mantan Menristek, Suharna Surapranata, menyambut baik temuan dari tim CTech dan MITI ini.

Menurut dia, perlu kajian lebih lanjut dan partisipasi banyak pihak yang berkepentingan guna mendapatkan hasil yang lebih baik.

"Kalau mendengar paparan beliau, saya kira ini satu hal yang luar biasa dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak, khususnya pemerintah. Juga para pemangku kebijakan dari bidang kesehatan agar hasil penelitian dan penemuan ini memberi manfaat seluas-luasnya kepada masyarakat Indonesia dan dunia," demikian Suharna Surapranata. (ANT-053/A027)

NASA pastikan ada planet bisa dihuni di luar sistem tata surya

Washington (ANTARA News) - Dalam satu langkah lain ke arah penemuan planet-planet serupa Bumi yang bisa menopang kehidupan, NASA menyatakan, Senin, teleskop antariksanya Kepler telah memastikan keberadaan planet pertama di sebuah zona bisa dihuni di luar sistem tata surya kita.

Para astronom Prancis sebelumnya tahun ini mengkonfirmasi planet luar pertama yang memenuhi persyaratan utama untuk menunjang kehidupan, yang dikenal sebagai Gliese 581d, lapor AFP.

Namun, Kepler 22b, yang sebelumnya terlihat sekilas pada 2009, adalah konfirmasi pertama badan antariksa AS NASA mengenai planet yang bisa dihuni.

Itu berarti para astronom telah tiga kali melihat planet tersebut melintas di depan bintangnya.

"Kita beruntung bisa mendeteksi planet ini," kata William Borucki, peneliti utama Kepler di Pusat Riset Ames NASA.

"Transit pertama tertangkap hanya tiga hari setelah kami mengumumkan wahana antariksa itu secara operasional siap. Kami melihat transit ketiga yang menentukan pada musim liburan 2010," katanya.

Kepler-22b berada dalam jarak 600 tahun cahaya dan lebih besar daripada Bumi dengan orbit 290 hari mengitari sebuah bintang seperti matahari.

NASA juga mengumumkan, teleskop Kepler telah menemukan 1.000 planet potensial lain, dua kali dari jumlah yang terlacak sebelumnya, menurut hasil riset yang diajukan pada sebuah konferensi di California pekan ini.

Kepler adalah misi pertama NASA untuk mencari planet-planet seperti Bumi yang mengorbit bintang seperti matahari kita.

Teleskop itu diluncurkan pada Maret 2009, dengan diperlengkapi kamera terbesar yang pernah dikirim ke luar angkasa -- perangkat alat 95 megapixel -- dan diperkirakan terus mengirim informasi ke Bumi hingga setidaknya pada November 2012.

Pesawat itu kini mencari planet-planet hingga sekecil Bumi, termasuk yang mengorbit bintang-bintang di sebuah zona hangat yang bisa ditempati dimana air mungkin ditemukan di permukaan planet tersebut. (M014)