Senin, 28 Maret 2011

Keuletan dan Kesabaran Orang Sukses


Eka Tjipta Widjaya, pendiri Sinar Mas Grup, masuk 3 besar orang terkaya Indonesia versi majalah Globe Asia. Kabarnya, total kekayaannya ± USD 3,8 milyar. Tapi siapa sangka, dia hanya lulusan SD.

Nama asli Eka Tjipta Widjaya adalah Oei Ek Tjhong. Dia lahir 3 Oktober 1923. Saat kecil, keluarganya hidup dalam kemiskinan. Bersama ibunya, ia pindah ke Makassar pada tahun 1932, ketika usianya 9 tahun.

Tiba di Makassar, Eka kecil – masih dengan nama Oei Ek Tjhong – segera membantu ayahnya yang sudah lebih dulu tiba dan mempunyai toko kecil. Tujuannya jelas, segera mendapatkan 150 dollar, guna dibayarkan kepada rentenir. Dua tahun kemudian, utang terbayar, toko ayahnya maju. Eka pun minta sekolah. Tapi Eka menolak duduk di kelas satu.

Tamat SD, ia tak bisa melanjutkan sekolahnya karena masalah ekonomi. Ia pun mulai jualan. Ia keliling kota Makassar, menjajakan biskuit dan kembang gula. Hanya dua bulan, ia sudah mengail laba Rp. 20, jumlah yang besar masa itu. Harga beras ketika itu masih 3-4 sen per kilogram. Melihat usahanya berkembang, Eka membeli becak untuk memuat barangnya.

Namun ketika usahanya tumbuh subur, datang Jepang menyerbu Indonesia, termasuk ke Makassar, sehingga usahanya hancur total. Ia menganggur total, tak ada barang impor/ekspor yang bisa dijual. Total laba Rp. 2000 yang ia kumpulkan susah payah selama beberapa tahun, habis dibelanjakan untuk kebutuhan sehari-hari.

Di tengah harapan yang nyaris putus, Eka mengayuh sepeda bututnya dan keliling Makassar. Sampailah ia ke Paotere (pinggiran Makassar, kini salah satu pangkalan perahu terbesar di luar Jawa). Di situ ia melihat betapa ratusan tentara Jepang sedang mengawasi ratusan tawanan pasukan Belanda.

Tapi bukan tentara Jepang dan Belanda itu yang menarik Eka, melainkan tumpukan terigu, semen, gula, yang masih dalam keadaan baik. Otak bisnis Eka segera berputar. Secepatnya ia kembali ke rumah dan mengadakan persiapan untuk membuka tenda di dekat lokasi itu. Ia merencanakan menjual makanan dan minuman kepada tentara Jepang yang ada di lapangan kerja itu.

Keesokan harinya, masih pukul empat subuh, Eka sudah di Paotere. Ia membawa serta kopi, gula, kaleng bekas minyak tanah yang diisi air, oven kecil berisi arang untuk membuat air panas, cangkir, sendok dan sebagainya. Semula alat itu ia pinjam dari ibunya. Enam ekor ayam ayahnya ikut ia pinjam. Ayam itu dipotong dan dibikin ayam putih gosok garam. Dia juga pinjam satu botol wiskey, satu botol brandy dan satu botol anggur dari teman-temannya.

Jam tujuh pagi ia sudah siap jualan. Benar saja, pukul tujuh, 30 orang Jepang dan tawanan Belanda mulai datang bekerja. Tapi sampai pukul sembilan pagi, tidak ada pengunjung. Eka memutuskan mendekati bos pasukan Jepang. Eka mentraktir si Jepang makan minum di tenda.

Setelah mencicipi seperempat ayam komplit dengan kecap cuka dan bawang putih, minum dua teguk whisky gratis, si Jepang bilang joto. Setelah itu, semua anak buahnya dan tawanan diperbolehkan makan minum di tenda Eka. Tentu saja ia minta izin mengangkat semua barang yang sudah dibuang.

Segera Eka mengerahkan anak-anak sekampung mengangkat barang-barang itu dan membayar mereka 5 – 10 sen. Semua barang diangkat ke rumah dengan becak. Rumah berikut halaman Eka, dan setengah halaman tetangga penuh terisi segala macam barang.

Ia pun bekerja keras memilih apa yang dapat dipakai dan dijual. Terigu misalnya, yang masih baik dipisahkan. Yang sudah keras ditumbuk kembali dan dirawat sampai dapat dipakai lagi. Ia pun belajar bagaimana menjahit karung.

Karena waktu itu keadaan perang, maka suplai bahan bangunan dan barang keperluan sangat kurang. Itu sebabnya semen, terigu, arak Cina dan barang lainnya yang ia peroleh dari puing-puing itu menjadi sangat berharga. Ia mulai menjual terigu.

Semula hanya Rp. 50 per karung, lalu ia menaikkan menjadi Rp. 60, dan akhirnya Rp. 150. Untuk semen, ia mulai jual Rp. 20 per karung, kemudian Rp. 40.

Kala itu ada kontraktor hendak membeli semennya, untuk membuat kuburan orang kaya. Tentu Eka menolak, sebab menurut dia ngapain jual semen ke kontraktor? Maka Eka pun kemudian menjadi kontraktor pembuat kuburan orang kaya.

Ia bayar tukang Rp. 15 per hari ditambah 20 persen saham kosong untuk mengadakan kontrak pembuatan enam kuburan mewah. Ia mulai dengan Rp. 3.500 per kuburan, dan yang terakhir membayar Rp. 6.000. Setelah semen dan besi beton habis, ia berhenti sebagai kontraktor kuburan.

Demikianlah Eka, berhenti sebagai kontraktor kuburan, ia berdagang kopra, dan berlayar berhari-hari ke Selayar (Selatan Sulsel) dan ke sentra-sentra kopra lainnya untuk memperoleh kopra murah.

Eka mereguk laba besar, tetapi mendadak ia nyaris bangkrut karena Jepang mengeluarkan peraturan bahwa jual beli minyak kelapa dikuasai Mitsubishi yang memberi Rp. 1,80 per kaleng. Padahal di pasaran harga per kaleng Rp. 6. Eka rugi besar.

Ia mencari peluang lain. Berdagang gula, lalu teng-teng (makanan khas Makassar dari gula merah dan kacang tanah), wijen, kembang gula. Tapi ketika mulai berkibar, harga gula jatuh, ia rugi besar, modalnya habis lagi, bahkan berutang. Eka harus menjual mobil jip, dua sedan serta menjual perhiasan keluarga termasuk cincin kawin untuk menutup utang dagang.

Tapi Eka berusaha lagi. Dari usaha leveransir dan aneka kebutuhan lainnya. Usahanya juga masih jatuh bangun. Misalnya, ketika sudah berkibar tahun 1950-an, ada Permesta, dan barang dagangannya, terutama kopra habis dijarah oknum-oknum Permesta. Modal dia habis lagi. Namun Eka bangkit lagi, dan berdagang lagi.

Usahanya baru benar-benar melesat dan tak jatuh-jatuh setelah Orde Baru, era yang menurut Eka, “memberi kesejukkan era usaha”. Pria bertangan dingin ini mampu membenahi aneka usaha yang tadinya “tak ada apa-apanya” menjadi “ada apa-apanya”. Tjiwi Kimia, yang dibangun 1976, dan berproduksi 10.000 ton kertas (1978) dipacu menjadi 600.000 ton sekarang ini.

Tahun 1980-1981 ia membeli perkebunan kelapa sawit seluas 10 ribu hektar di Riau, mesin serta pabrik berkapasitas 60 ribu ton. Perkebunan dan pabrik teh seluas 1.000 hektar berkapasitas 20 ribu ton dibelinya pula.

Tahun 1982, ia membeli Bank Internasional Indonesia. Awalnya BII hanya dua cabang dengan aset Rp. 13 milyar. Setelah dipegang dua belas tahun, BII kini memiliki 40 cabang dan cabang pembantu, dengan aset Rp. 9,2 trilyun. PT Indah Kiat juga dibeli. Produksi awal (1984) hanya 50.000 ton per tahun.

Sepuluh tahun kemudian produksi Indah Kiat menjadi 700.000 ton pulp per tahun, dan 650.000 ton kertas per tahun. Tak sampai di bisnis perbankan, kertas, minyak, Eka juga merancah bisnis real estate. Ia bangun ITC Mangga Dua, ruko, apartemen lengkap dengan pusat perdagangan. Di Roxy ia bangun apartemen Green View, di Kuningan ada Ambassador.

“Saya Sungguh menyadari, saya bisa seperti sekarang karena Tuhan Maha Baik. Saya sangat percaya Tuhan, dan selalu ingin menjadi hamba Nya yang baik,” katanya mengomentari semua suksesnya kini. “Kecuali itu, hematlah,” tambahnya.

Ia menyarankan, kalau hendak menjadi pengusaha besar, belajarlah mengendalikan uang. Jangan laba hanya Rp. 100, belanjanya Rp. 90. Dan kalau untung Cuma Rp. 200, jangan coba-coba belanja Rp. 210,” Waahhh, itu cilaka betul,” katanya.

Setelah 58 tahun berbisnis dan bergelar konglomerat, Eka mengatakan, dia pribadi sebenarnya sangat miskin. “Tiap memikirkan utang berikut bunganya yang demikian besar, saya tak berani menggunakan uang sembarangan. Ingin rehat susah, sebab waktu terkuras untuk bisnis. Terasa benar tak ada waktu menggunakan uang pribadi,” Eka mengeluh. Hendak makan makanan enak, lanjutya, sulit benar karena makanan enak rata-rata berkolesterol tinggi.

Inilah ironi, kata Eka. Dulu ia susah makan makanan enak karena miskin. Kini ketika sudah “konglomerat” (dengan 70 ribu karyawan dan hampir 200 perusahaan), Eka tetap susah makan enak, karena takut kolestrol. Usia ayah delapan anak kelahiran 3 Oktober 1923 ini sudah hampir 73 tahun. Usia yang menuntutnya menjaga kesehatan secara ketat dan prima.

Kini ketika sudah “konglomerat” (dengan 70 ribu karyawan dan hampir 200 perusahaan), Eka tetap susah makan enak, karena takut kolestrol. Usia ayah delapan anak kelahiran 3 Oktober 1923 ini sudah hampir 73 tahun. Usia yang menuntutnya menjaga kesehatan secara ketat dan prima.

SUMBER ARTIKEL

Jumat, 25 Maret 2011

Dua Mahasiswi UI Raih Best Diplomacy Award di Harvard World MUN 2011

Jakarta - Dua Mahasiswi dari Universitas Indonesia mengukir sejarah baru setelah berhasil meraih penghargaan "Best Diplomacy Award" dalam Harvard World Model United Nations (World MUN) 2011 di Singapore pada 14-18 Maret 2011 lalu. Acara ini diikuti 2.255 delegasi dari 65 negara dan 266 universitas dari seluruh dunia.

Kedua mahasiswi jurusan Hubungan Internasional tersebut yaitu, Dyah Ayunico Ramadhani dan Indah Gilang. Penghargaan tersebut diberikan kepada delegasi World MUN yang selama konferensi merepresentasikan semangat diplomasi dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Dyah Ayunico Ramadhani, memiliki minat yang sangat besar terhadap diplomasi dan
kompleksitas yang ada dalam PBB. Mewakili Kesultanan Oman dalam the Organizations of the Islamic Conference (Organisasi Konferensi Islam) [OIC], Dyah menghadapi tantangan untuk menjawab permasalah terkini yakni isu sensor internet di negara-negara Islam dan dampaknya terhadap perkembangan dunia Islam.

"Saya sangat kagum pada bagaimana delegasi dari berbagai wilayah dunia dan latar belakang agama yang berbeda seluruhnya bersatu untuk mewujudkan semangat Islam dalam menanggapi topik tersebut dalam OIC," jelasnya dalam rilis yang diterima redaksi, Jumat (25/3/2011).

Sementara itu Indah Gilang yang mewakili negara Oman dalam World Trade Organization (WTO/ Organisasi Perdagangan Dunia) mengatakan, tidaklah mudah untuk memenangkan penghargaan ini karena dirinya harus berdiplomasi dan bersaing dengan lebih dari 130 mahasiswa di dunia dalam membahas isu hambatan perdagangan komoditas pertanian.

"Saya berlaku sebagai diplomat negara Oman. Sebagai negara kecil di Timur Tengah yang mayoritas penduduknya masih bekerja di bidang pertanian dan memiliki cukup cadangan minyak dunia, Oman harus berani menentang dominasi negara besar yang menginginkan proteksionisme perdagangan," kata Indah.

Kedua gadis tersebut telah bersinar di antara perguruan tinggi kelas dunia seperti Yale University,US Military Academy di West Point, Universidad Simon Bolivar, Heidelberg University, yang juga terpilih untuk menerima penghargaan terkemuka tersebut di Harvard World MUN 2011.

(did/mok)

Rabu, 23 Maret 2011

Jepang Sanjung Rita Retnaningtyas


Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Jepang menyampaikan penghargaan kepada seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) bernama Rita Retnaningtyas, perawat di rumah sakit Miyagi, yang berjasa menolong korban gempa dan tsunami di negeri itu.

Penghargaan disampaikan Dubes Jepang untuk Indonesia Kojiro Shiojiri saat menghadiri pelatihan Bahasa Jepang bagi 104 calon TKI perawat di Jakarta, Selasa.

"Kami atas nama pemerintah Jepang menyampaikan terima kasih kepada BNP2TKI dan khususnya Rita Retnaningtyas, yang ikut bersusah payah membantu warga Jepang terkena tsunami di Miyagi," kata Shiojiri.

Rita Retnaningtyas (35 tahun) berasal dari Kelurahan Srondol Kulon RT 05 RW 02, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang, Jawa Tengah.

Rita yang bekerja sebagai perawat di Miyagi National Hospital ditempatkan tahun 2009 oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) melalui program kerjasama antarpemerintah RI dan Jepang.

Shiojiri mengatakan Rita dan TKI perawat lain bersedia bertahan di daerah dekat gempa dan tsunami di Miyagi untuk melakukan pekerjaan sosial kemanusiaan yang mulia.

Menurut dia, di lima prefektur (provinsi) sekitar gempa tsunami Jepang yaitu Miyagi, Iwate, Aomori, Ibaraki dan Fukushima terdapat 35 TKI perawat terdiri atas 11 TKI perawat pasien (nurse) dan 24 TKI perawat jompo (careworker).

Semua TKI perawat di lima prefektur itu selamat dari bencana gempa termasuk dari radiasi reaktor nuklir di Fukushima.

Sebagian dari 35 TKI tersebut ada yang diungsikan ke daerah yang jauh dari gempa dan radiasi reaktor nuklir, sedangkan beberapa orang seperti Rita Retnaningtyas justru bertahan di Miyagi sampai sekarang.

"Sekali lagi kami menyampaikan banyak terima kasih atas jasa dan bantuannya dalam menangani para korban," ujar Dubes Shiojiri.

Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat mengatakan, sejak gempa dan tsunami di Jepang, Rita terus menjalin kontak dengan suaminya, Bambang Wagiman (35) dan keluarganya di Semarang.

"Rita mengatakan kepada keluarganya bahwa dirinya dan beberapa teman TKI nurse dan careworker dalam kondisi sehat dan masih tetap bekerja seperti biasanya di Miyagi," kata Jumhur.

Jumhur mengatakanm, 686 TKI perawat di 45 prefektur akan tetap di sana sampai program penempatannya selesai.

Para TKI itu ditempatkan sejak 2008-2010 untuk kontrak kerja selama tiga tahun dan memperoleh gaji 175.000 Yen (careworker) dan 119.000-200.000 Yen (perawat) per bulan di luar akomodasi yang disediakan pemerintah Jepang.(*)

Editor: Jafar M Sidik

Senin, 14 Maret 2011

Di AS, Media Online Ungguli Media Cetak


Defanie Arianti - Okezone
NEW YORK - Situs berita online di Amerika Serikat (AS) berhasil meraih jumlah pembaca serta pendapatan iklan lebih banyak ketimbang media tradisional seperti surat kabar.

Itulah hasil survei terbaru Pew Research Center’s Project for Excellence in Journalism sebagaimana dilansir Reuters, Senin (14/3/2011).

Studi itu menemukan, 46 persen penduduk AS mengakses situs berita online setidaknya tiga kali dalam sepekan. Bandingkan dengan 40 persen penduduk yang masih mengandalkan surat kabar serta situs media yang bersangkutan untuk mendapatkan berita.

"Migrasi pembaca ke internet berjalan cepat. Adopsi yang cepat terhadap komputer tablet dan penyebaran ponsel cerdas membantu terwujudnya hal itu," jelas Direktur Project for Excellence in Journalism Tom Rosenstiel.

Selama beberapa tahun terakhir, media cetak memang mengalami krisis. Banyaknya pembaca yang lebih memilih mengakses berita secara online mengakibatkan pihak pengiklan tidak lagi tertarik memasang iklan di media cetak.

Data terakhir dari eMarketer menjelaskan bahwa pendapatan iklan media AS turun 46 persen pada 2010 menjadi USD22,8 miliar. Sementara, pendapatan iklan online pada 2010 berhasil mencapai USD25,8 miliar.

Pergeseran pembaca ke media online juga mengakibatkan pengurangan jumlah staf, termasuk reporter dan editor. Studi itu mengungkap, staf ruang berita media AS kini 30 persen lebih sedikit dibandingkan pada tahun 2000.

Kamis, 10 Maret 2011

Angelina Sondakh: Perempuan Masih Alami Keterbungkaman

akarta (ANTARA News) - Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Angelina Sondakh berpendapat, lepas dari kemajuan luar biasa yang dicapai kaum perempuan, mereka sebenarnya masih mengalami keterbungkaman.

"Menurut saya, perempuan sebenarnya masih terbungkam, dan diperlukan upaya untuk menyadarkan banyak pihak serta solidaritas kaum perempuan untuk mendobrak kebungkaman tersebut," ujar mantan Putri Indonesia itu di Jakarta, Kamis.

Angelina Sondakh (AS) mengatakan hal tersebut masih terkait peringatan 100 tahun Hari Perempuan Sedunia, 8 Maret 2011.

Melalui momentum Hari Perempuan Sedunia, AS sebagai politisi perempuan yang duduk di Komisi X DPR RI (membidangi pendidikan, pemuda dan olahraga, perpustakaan, budaya serta pariwisata), berjanji untuk selalu mendampingi, mendukung sekaligus memperjuangkan kiprah perempuan.

"Yakni perjuangan di dalam berbagai aspek pembangunan bangsa, terutama dalam kesempatan memperoleh pendidkan, berprestasi di kepemudaan dan olahraga serta berkarya bagi budaya dan pariwisata demi terwujudnya perempuan-perempuan yang mampu menembus kebungkaman dalam kemajuan zaman," katanya.


Kasur dan Dapur

AS kemudian menunjuk kuatnya budaya patriarki sebagai salah satu penyebab masih terbungkamnya kaum perempuan untuk `bersuara` atau proaktif keluar dari keterbungkaman.

"Faktanya kan begitu. Perempuan masih terbungkam karena budaya patriarki masyarakat kita yang lebih kuat. Yakni, perempuan hanya dipandang sebagai makhluk manis yang cukup mendengarkan dan menerima semua ketetapan yang berlaku atasnya," ujarnya.

Di sini, menurutnya, termasuk masih kuatnya anggapan perempuan lebih pantas untuk arena privat yang terkait dengan `kasur dan dapur`.

"Padahal yang menjadi pembeda perempuan dan laki-laki bukanlah pada perannya, melainkan hanya dari fisik dan kodratinya saja," paparnya.

Dengan demikian, menurutnya, tidak selayaknya perempuan tetap dibungkam dan dipinggirkan dalam segala hal.

"Berilah kepercayaan terhadap perempuan untuk mengeluarkan energi positifnya," imbau AS.

Ia yakin seyakin-yakinnya, kekuatan perempuan pasti mampu merumuskan dan memecahkan berbagai solusi bagi permasalahan dunia.

"Sebaliknya kesedihan dan airmata perempuan adalah malapetaka bagi dunia," ujar AS yakin. (M036/P004/K004)

Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © 2011